Begini Kronologisnya, Seorang Guru Honorer Terjerat Hutang Pinjaman Online, Utang 3,7 Juta Bengkak 206 Juta
Seorang guru honorer di Kabupaten Semarang terjerat pinjaman online (pinjol). Dia yang awalnya meminjam Rp 3,7 juta dan kini membengkak menjadi Rp 206,3 juta. bagaimana jalan ceritanya hingga utang 3,7 juta menjadi 206,3 Juta?
Guru
honorer bernama Afifah Muflihati mengatakan awalnya pada tanggal 30
Maret 2021 ia memang sedang membutuhkan uang. Kemudian ada iklan di
telepon selulernya yang merujuk pada sebuah aplikasi pinjaman online.
"Karena
memang kondisi sudah tidak ada simpanan uang atau tabungan, kami masuk
ke iklan di handphone. Dijanjikan Rp 5 juta tenor 91 hari bunga 0,4
persen," kata Afifah usai mengadukan kasus yang menimpanya di
Ditreskrimsus Polda Jateng.
Dalam
aplikasi pinjol yang diunduh Afifah itu ternyata terhubung dengan
aplikasi pinjol lainnya. Setelah mengikuti syarat peminjaman, akhirnya
uang langsung ditransfer ke rekening Afifah Rp 3,7 juta, padahal ia
berharap dapat Rp 5 juta.
"Pinjam Rp 3,7 juta. Awalnya yang saya kira 3 bulan, setelah masuk rekening kok (tenor) hanya 7 hari," ujar ibu dua anak itu.
Afifah mendapatkan teror
Saat
itu uang belum digunakan sama sekali namun dalam kurun 5 hari Afifah
sudah ditagih dengan nada ancaman akan disebar identitas lengkapnya.
"Lima hari jalan sudah diteror. Pokoknya bagaimana harus dibayar, kalau
tidak data disebar. Saat itu tidak ada uang untuk bayar. Yang masuk
rekening saja belum kepakai," ujarnya.
Ia
panik karena teror mulai berdatangan bahkan datanya sudah disebar.
Pihak pinjol juga ternyata bisa mengakses kontak telepon Afifah sehingga
dikirimkan foto Afifah beserta KTP dengan narasi tidak bisa bayar
utang, bahkan sampai fitnah Afifah jual diri demi bayar utang.
"Waktu
peminjaman pertama itu tidak ada tanda tangan elektronik (untuk
persetujuan) hanya KTP dan identifikasi wajah lewat foto. Tapi yang
disebar itu bukan dari foto yang saya kirim, mungkin mereka mengakses
galeri," katanya.
Keluarga,
teman, hingga kolega semua mendapat pesan yang merujuk Afifah tidak
bisa bayar utang, dan saat itulah Afifah panik sekaligus takut sehingga
terjerat jaringan pinjol. Afifah kembali meminjam uang lewat aplikasi
pinjol lainnya yang muncul pada aplikasi yang pertama ia instal untuk
gali lubang tutup lubang.
"Saya
takut pokoknya bagaimana caranya bisa bayar. Saya masuk aplikasi 3
tadi. Jadi ada 3 sub aplikasi, lunas. Tapi ada 6 lain yang belum lunas,"
kata Afifah
Jaringan pinjol itu terus
berlanjut hingga lebih dari 20 pinjol. Total utang Afifah bahkan sudah
mencapai Rp 206,3 juta dan dari hasil gali tutup lobang lewat pinjol
sudah terbayar Rp 158 juta. "Utangnya Rp 158 juta yang sudah lunas dari
hasil muter tadi. Total Rp 206.350.000," ujarnya.
Bahkan
ia harus pinjam ke BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat
rumah untuk upaya menutup utang. Tapi kini justru Afifah masih terjerat
utang sekitar Rp 47 juta.
"Yang
pakai uang pribadi itu Rp 20 juta. Dalam sub aplikasi ada yang belum
bayar ada Rp 47 juta. Saya juga mau klarifikasi yang dapat WhatsApp tadi
kami di sini memang karena kami salah karena tidak pikir panjang. Kami
utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau
dirasa saya masih punya utang maka akan saya bayar saat persidangan,
saya memilih jalur hukum," jelasnya.
Kuasa
hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga mengatakan saat
kliennya datang meminta bantuan, kondisinya sangat depresi karena teror
yang diterima cukup mengerikan. Bahkan ada pesan yang disebar dengan
menggabungkan foto Afifah dan gambar porno seolah kliennya itu jual
diri.
"Diduga
ilegal, tidak terdaftar OJK. Aplikasi pinjaman berbasis online itu
telah melakukan rangkaian tindak pidana dengan ancaman, intimidasi,
teror lewat, telepon, chatting, WA, SMS dan DM Instagram. Data klien
disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendensi menyerang,
menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya," kata Sofyan.
"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," imbuhnya.
Oleh
sebab itu jalur hukum ditempuh karena ada unsur pidana. Namun jika
nantinya kasus dibawa ke ranah perdata terkait pinjam-meminjam, Sofyan
mengaku siap karena pinjol tersebut tidak terdaftar OJK dan juga dalam
proses pinjam-meminjam tidak memenuhi hukum pinjam-meminjam.
"Perjanjian
itu harus akad dan harus ada surat perjanjian baik langsung atau
elektronik. Tapi melihat caranya, ini tidak penuhi syarat itu, tidak
pernah tanda tangan surat perjanjian apapun. Tidak memenuhi syarat.
Namun kemudian kalau dimaknai hukum pinjam-meminjam, maka diatur
KUHPerdata, kami akan lakukan gugatan perdata. Tapi terlepas dari semua
kami memilih mekanisme hukum pidana dulu," jelasnya.
Kasus
tersebut kini sudah diadukan ke Ditreskrimsus Polda Jateng dengan surat
tanda penerimaan aduan bernomor STPA/325/VI/2021/Reskrimsus. Sofyan
berharap kasus ini bisa diselesaikan karena ia yakin banyak orang di
luar sana yang juga terjerat pinjaman online (pinjol).