Kemendikbud: Banyak Guru Membentuk Disiplin Siswa Dengan Cara Kekerasan
Gambar: ilustrasi
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen
Kemendikbud) Chatarina Muliana Girsang mengungkapkan bahwa kekerasan
terhadap siswa masih terjadi karena dianggap bentuk membangun
kedisiplinan dan karakter anak.
Chatarina
mengatakan pola pikir ini harus diubah karena kekerasan justru membuat
anak menjadi trauma dan sulit berkembang, namun ini bukan hal yang mudah
sebab sudah membudaya sejak lama.
"Adanya
stigma kekerasan adalah bagian dari pendidikan. Tidak mudah menghapus
budaya tersebut, apalagi guru-guru dan orang tua kita itu masih dididik
yang menganggap kekerasan bagian dari pendidikan. Ini yang sulit, tidak
semudah membalikkan telapak tangan" kata Chatarina dalam webinar Hak
Atas Rasa Aman Dunia Pendidikan, Jumat (18/12/2020).
Dia
menyebut kekerasan di sekolah biasanya bermula dari Masa Pengenalan
Lingkungan Sekolah (MPLS) alias ospek, bahkan ada beberapa kasus yang
mengakibatkan kematian.
"Harusnya
dia mengenal lingkungan sekolah sebagai tempat yang happy bukan malah
ketakutan. Ini dia stres dulu saat mau MPLS atau MOS, mereka dibuat yang
aneh dari penampilan, lalu dibentak, disalahkan," jelasnya.
Chatarina
mengungkapkan, enis-jenis kekerasan yang terjadi di sekolah juga antara
lain; pelecehan, perundungan, penganiayaan, perkelahian, perpeloncoan,
pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, hingga kekerasan SARA.
"Anak-anak
kadang menganggap itu bercanda padahal itu perundungan, saya jelaskan
kepada anak itu kalau becanda itu harusnya membuat teman senang bukan
sakit hati," tegasnya.
Kemendikbud
kemudian meminta guru untuk berubah merangkul anak, tidak lagi
menggunakan kekerasan dengan dalih membentuk kedisiplinan dan karakter
anak.
"Guru
itu harus bukan lagi bersifat superior kepada anak tetapi bagaimana
membangunn kepercayaan anak kepada gurunya, sehingga anak itu bisa
terbuka sebagaimana ke orang tuanya, guru adalah orang tua keduanya,
sekolah adalah rumah kedua bagi anak," pungkas Chatarina.
Pemerintah
daerah juga diminta untuk membentuk tim khusus dari pihak sekolah,
orang tua, dan guru untuk mengawasi tindakan kekerasan yang terjadi di
sekolah.