Berikut Beberapa Sekolah Yang Menjadi Klaster Covid-19, Nadiem Ngotot Belajar Tatap Muka Juli
Mendikbud-ristek, Nadiem Makarim tetap bersikeras akan menggelar
kegiatan belajar-mengajar tatap muka di semua sekolah mulai bulan Juli
2021. Padahal di sejumlah daerah saat uji coba pembelajaran tatap muka
terdapat temuan siswa dan tenaga pendidik yang terinfeksi Covid-19.
Namun Nadiem tetap berkeras.
Sekolah
tatap muka harus segera digelar secara menyeluruh pada Juli mendatang.
Hal ini mengacu pada tempat-tempat lain seperti pusat perbelanjaan dan
perkantoran yang sudah dibuka kembali. Terlebih masa depan Indonesia
sangat bergantung pada sumber daya manusia.
“Tidak
ada tawar-menawar untuk pendidikan, terlepas dari situasi yang kita
hadapi,” ujar Nadiem Makarim. Sekolah tatap muka terbatas yang sudah
dilakukan di beberapa daerah bahkan sempat menimbulkan klaster baru
Covid-19.
Usai
uji coba sekolah tatap muka, SMA Negeri 4 Pekalongan, Jawa Tengah,
ditutup karena 37 tenaga pendidik terkonfirmasi positif Covid-19. Hal
ini berawal dari seorang guru yang sakit tetapi tetap berangkat ke
sekolah. Setelah dites usap, guru itu dinyatakan positif Covid-19.
Di
Cimahi, Jawa Barat, kegiatan pelaksanaan pembelajaran tatap muka
ditunda setelah ada 11 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Ke-11
orang ini terdiri dari 5 siswa Sekolah Dasar, 3 siswa Sekolah Menengah
Pertama, dan 3 orang guru.
Di
Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi belum mengizinkan
sekolah tatap muka di buka karena pandemi Covid-19 di Sumut belum dapat
dikendalikan. Sekolah tatap muka dikhawatirkan menimbulkan klaster
Covid-19 baru dan siswa bisa menjadi korban.
Sekolah
tatap muka di Sumut baru akan digelar jika angka penularan Covid-19
sudah turun. Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo
menyatakan pembukaan sekolah tatap muka pada bulan Juli atau sekitar 1,5
bulan usai libur lebaran bukan langkah tepat.
Meski harus diakui
konsekuensi pendidikan jarak jauh mengakibatkan timbulnya risiko
learning loss atau hilangnya minat belajar pada siswa karena kurangnya
interaksi pembelajaran langsung dengan guru.
Di
Kabupaten Lebak, Banten, Dinas Pendidikan mencatat sedikitnya 415 SMP
putus sekolah selama pandemi karena ragam alasan yakni bekerja karena
kesulitan ekonomi, menikah, hingga malas sekolah.
Selain
itu sebanyak 3.869 siswa diketahui tidak aktif mengikuti pembelajaran
secara daring karena keterbatasan gawai dan akses internet hingga malas
belajar.
Namun
harus diingat, walau ada pembatasan di sekolah, anak masih mungkin
tertular Covid-19 bila ada mobilitas dan interaksi dengan orang lain.
Positivity rate atau tingkat penularan di Indonesia yang masih tinggi
membuat pembukaan sekolah tatap masih belum aman.