Aspek Pengukuran Survei Lingkungan Belajar 2022 dan Contoh Indikator Soal

 Aspek Pengukuran Survei Lingkungan Belajar 2022 dan Contoh Indikator Soal

Pemerintah melalui Kemndikbudristek kembali akan menyelenggarakan Survei Lingkungan Belajar untuk Kepala Satuan Pendidikan dan Pendidik Tahun 2022.

Survei Lingkungan Belajar wajib diisi oleh seluruh Kepala Satuan Pendidikan dan Guru yang terdaftar pada sistem pendataan Dapodik dan Emis Kepala Satuan Pendidikan dan Guru dapat login menggunakan data yang tercetak pada kartu Login SLB.

Survei Lingkungan Belajar adalah upaya untuk mengukur kualitas pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran pada satuan pendidikan.

Secara lebih khusus, Survei Lingkungan Belajar mengukur faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran, baik faktor yang secara langsung maupun tidak langsung.

Faktor yang secara langsung mempengaruhi pembelajaran, misalnya cara guru melaksanakan pembelajaran di kelas, sedangkan secara tidak langsung, seperti kepemimpinan kepala satuan pendidikan, iklim keamanan, dan iklim kebinekaan.

Dengan demikian aspek pengukuran Survei Lingkungan Belajar akan mengukur komponen yang terkait dengan pembelajaran.

Terdapat lima aspek yang diukur dalam Survei Lingkungan Belajar, yaitu iklim keamanan sekolah, iklim kebhinekaan sekolah, iklim sosial ekonomi, kualitas pembelajaran, dan pengembangan guru.


Berikut ini aspek yang diukur dalam Survei Lingkungan Belajar dan indikator pengukurannya.

1. Iklim keamanan sekolah

a. Keamanan dan kesejahteraan peserta didik sikap

b. Keyakinan guru kebijakan dan program sekola

2. Iklim kebhinekaan sekolah

a. Praktik multikultural di kelas sikap

b. Keyakinan guru maupun kepala sekolah kebijakan dan program sekolah.

3. Indeks sosial ekonomi

a. Pendidikan orang tua

b. Profesi orang tua

c. Fasilitas belajar di rumah.

4. Kualitas pembelajaran

a. Manajemen kelas

b. Dukungan afektif

c. Aktivitas konekti

5. Pengembangan guru

a. Refleksi dan pengembangan pembelajaran

b. Dukungan untuk refleksi guru.


BACA JUGA :


Indikator Soal Survei Lingkungan Belajar

Seperti halnya AKM ANBK untuk ingkup materi yang ditanyakan dalam Survei Lingkungan Belajar telah dishare oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Badan Litbang dan Perbukuan dalam bentuk Framework Survei Lingkungan Belajar.

Berdasarkan Framework Survei Lingkungan Belajar, variabel soal atau pertanyaan Survei Lingkungan Belajar dikelompokkan ke dalam sembilan bagian, sebagai berikut.

1. Latar belakang responden.

2. Proses pembelajaran.

3. Refleksi dan perbaikan pembelajaran.

4. Kepemimpinan instruksional.

5. Iklim keamanan.

6. Iklim kebinekaan.

7. iklim kesetaraan gender.

9. inklusivitas satuan pendidikan.

9. Dukungan orangtua dan murid terhadap program satuan pendidikan.

Berikut penjelaskan dari masing-masing variabal soal Survei Lingkungan Belajar tersebut.


1. Latar belakang responden

Survei Lingkungan Belajar akan diikuti oleh peserta didik, pendidik (guru), dan kepala satuan pendidikan. Masing-masing kelompok responden akan diminta mengisi kuesioner yang menggali informasi tentang latar belakang mereka.

Selain mencakup variabel demografis seperti usia dan gender, kuesioner latar belakang juga berfungsi untuk memotret beberapa faktor penting yang menentukan kualitas proses dan hasil belajar.

Untuk peserta didik, informasi latar belakang diperlukan untuk menghasilkan indeks sosial-ekonomi murid. Indeks tersebut kemudian dapat diagregasikan di level satuan pendidikan untuk keperluan perbandingan antar satuan pendidikan.

Oleh karena itu, Survei Lingkungan Belajar mengikuti model PISA yang membangun indeks sosial ekonomi peserta didik berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua, fasilitas belajar di rumah, kepemilikan buku, dan kepemilikan barang tersier.

Variabel-variabel tersebut mencerminkan modal sosial, ekonomi, dan kultural yang, dalam kerangka teori Bourdieu, membuat murid dari keluarga lebih siap menjalankan peran sebagai murid di satuan pendidikan.

Untuk guru dan kepala satuan pendidikan, informasi latar belakang diperlukan untuk mendapatkan gambaran tidak langsung tentang kompetensi yang relevan.

Pertanyaan untuk guru dan kepala satuan pendidikan meliputi jenjang pendidikan tertinggi, jenis pendidikan baik untuk jenjang S-1 maupun pascasarjana (jika ada), mata kuliah yang diampu, pengalaman mengajar (untuk guru), pengalaman menjadi pemimpin satuan pendidikan (untuk kepala satuan pendidikan), sertifikat pendidik, sertifikat kepala satuan pendidikan, serta pengalaman pelatihan atau pengembangan profesional yang telah diikuti.

Contoh definisi variabel latar belakang guru dan kepala satuan pendidikan

a. Jenjang pendidikan tertinggi yang diselesaikan.Guru dan KS

b. Jurusan ketika S1 maupun jenjang yang lebih tinggi (jika ada)

c. Jenis dan frekuensi pelatihan, seminar, atau lokakarya pengembangan profesional.

d. Lama mengajar pada mata pelajaran tertentu.

e. Sertifikat pendidik, kepala satuan pendidikan, kompetensi kerja, dan/atau penggerak yang dimiliki guru atau kepala satuan pendidikan

f. Lama menjabat sebagai pemimpin satuan pendidikan sebagai wakil dan/atau kepala satuan pendidikan.

g. Area-area kompetensi yang paling butuh pengembangan (berdasar laporan diri).

h. Pendidikan formal dan non-formal di bidang pendidikan khusus

Untuk melengkapi potret tentang kompetensi, guru dan kepala satuan pendidikan juga diminta untuk mengidentifikasi area-area kompetensi yang dirasa paling perlu pengembangan lebih lanjut.

Selain itu, kuesioner latar belakang dalam Survei Lingkungan Belajar juga akan memuat beberapa pertanyaan yang berfokus pada proksi kompetensi guru terkait pendidikan untuk murid berkebutuhan khusus. Hal ini mencerminkan keinginan Kemendikbud untuk lebih memahami layanan untuk peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah/madrasah.


2. Kualitas Pembelajaran

Kualitas pembelajaran dipotret menggunakan model tiga dimensi dasar, yaitu manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif.

Untuk mengukurnya, masing-masing dimensi generik diterjemahkan ke dalam setidaknya dua variabel yang lebih spesifik. Semua variabel kualitas pembelajaran diperoleh dari perspektif murid dan guru.

Kedua perspektif ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga bersifat komplementer. Pengisian kuesioner proses pembelajaran oleh guru juga memiliki efek samping positif berupa peningkatan kesadaran guru tentang praktik-praktik pembelajaran yang baik.

Untuk manajemen kelas, Survei Lingkungan Belajar mengukur keteraturan suasana kelas dan penerapan prinsip disiplin positif. Disiplin positif mencakup perumusan aturan kelas secara partisipatif (melibatkan murid) dan penerapan aturan itu menggunakan penguatan (reinforcement seperti pujian) terhadap perilaku yang diinginkan.

Keteraturan suasana kelas dapat dilihat sebagai indikator keberhasilan dari penerapan disiplin positif. Kelas dengan suasana yang teratur bukan kelas yang sunyi dan bebas dari suara peseta didik.

Kelas dengan suasana teratur adalah kelas yang bebas dari disrupsi sehingga murid dapat berfokus pada aktivitas belajar, apapun bentuk aktivitas tersebut (misalnya, mendengarkan guru, berdiskusi kelompok, atau mengerjakan tugas secara mandiri).

Contoh indikator pertanyaan variabel manajemen kelas, kategori kualitas pembelajaran, sebagai berikut.

a. Suasana kelas yang kondusif untuk proses belajar mengajar (tanpa disrupsi yang mengalihkan perhatian dari aktivitas belajar).

b. Penerapan prinsip disiplin positif (reinforcement atau pembentukan perilaku adaptif) dalam menegakkan aturan kelas yang telah disepakati bersama.

Dukungan afektif adalah praktik yang memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan psikologis dasar murid terkait dengan rasa percaya diri, rasa otonom (berdaya), dan rasa menjadi bagian berharga dari komunitas kelas.

Di dalam Survei Lingkungan Belajar, kebutuhan psikologis peserta didik diasumsikan terfasilitasi melalui penyampaian ekspektasi akademik, perhatian dan kepedulian, serta umpan balik yang konstruktif.

Peserta didik menjadi percaya akan kemampuannya jika guru secara konsisten menyampaikan keyakinan bahwa semua peserta didik potensi untuk belajar dan berprestasi, asalkan mereka berusaha dan menerapkan strategi yang tepat.

Peserta didik akan merasa berharga jika guru memberi perhatian dan peduli pada kebutuhan belajar yang unik dari masing-masing peserta didik.

Peserta didik akan merasa berdaya jika mereka memperoleh umpan balik yang mengafirmasi apa yang mereka telah capai, serta menunjukkan cara untuk berkembang dan belajar lebih lanjut.

Contoh indikator pertanyaan variabel dukungan afektif, katagori kualitas pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Mengkomunikasikan pesan bahwa guru percaya akan kemampuan semua murid untuk belajar dan berprestasi secara akademik.

b. Pemberian perhatian dan bantuan ekstra oleh guru untuk murid sesuai dengan kebutuhan belajar tiap peserta didik.

c. Penyampaian hasil evaluasi guru terhadap hasil pekerjaan dan perilaku peserta didik dengan cara yang mendorong untuk terus meningkatkan kemampuannya.

Aktivasi kognitif adalah praktik pengajaran yang dirancang untuk membantu murid aktif memproses materi sehingga dapat membentuk pemahaman yang tepat dan mendalam.

Survei Lingkungan Belajar mencakup tiga praktik aktivasi kognitif, yaitu instruksi yang adaptif, panduan guru, dan aktivitas yang interaktif.

Instruksi yang adaptif berarti cara mengajar yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman atau kemampuan peserta didik.

Panduan guru merujuk pada penjelasan langsung (direct instruction) tentang materi pelajaran, serta pemberian contoh (modeling) tentang penerapan prosedur atau konsep pada problem tertentu.

Aktivitas interaktif merupakan aktivitas-aktivitas yang mendorong murid untuk berkolaborasi dan berkomunikasi dalam konteks pemaknaan terhadap materi pelajaran.

Contoh indikator Soal variabel-variabel aktivasi kognitif, kategori kualitas pembelajaran: aktivasi kognitif adalah sebagai berikut.

a. Praktik adaptasi pengajaran oleh guru sebagai respon atas umpan balik dan respon murid terhadap kebutuhan belajarnya.

b. Panduan guru Penjelasan guru yang terstruktur tentang materi pelajaran, serta pemberian contoh tentang cara menerapkannya.

c. Praktik pengajaran yang mendorong kolaborasi dan komunikasi antar murid dalam konteks memaknai dan memahami materi ajar.

Selain manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif, Survei Lingkungan Belajar juga memotret stimulasi literasi dan numerasi yang dilakukan oleh guru di lingkungan satuan pendidikan.

Programme for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan literasi membaca sebagai kemampuan memahami, menggunakan, merefleksikan, dan melibatkan teks tertulis, untuk mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensial, serta berpartisipasi di dalam masyarakat.

Sementara itu, literasi matematika atau numerasi didefinisikan oleh PISA sebagai kapasitas seorang individu dalam memformulasikan, menerapkan, dan menginterpretasikan matematika di dalam berbagai konteks; termasuk melakukan penalaran dan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan perangkat matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi sebuah fenomena.

Literasi dan numerasi merupakan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh setiap individu. Keterampilan literasi dan numerasi amatlah penting dimiliki dalam menjalani hidup sehari-hari.

Berbagai riset menunjukkan bahwa individu dengan keterampilan literasi dan numerasi yang baik memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki pekerjaan, berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat, serta memiliki kualitas kesehatan yang lebih baik.

Karenanya, keterampilan literasi dan numerasi merupakan keterampilan dasar yang perlu diasah dalam pendidikan. Melalui Survei Lingkungan Belajar, informasi mengenai sejauh mana guru terlibat dalam menstimulasi kompetensi literasi dan numerasi murid dapat diperoleh.


Berikut ini contoh untuk variabel pembelajaran literasi dan numerasi, kategori Kualitas Pembelajaran: Pembelajaran Literasi.

a. Praktik pengajaran yang mendorong keterampilan literasi murid.

b. Praktik pengajaran yang mendorong keterampilan numerasi murid.

Khusus untuk 2021, Survei Lingkungan Belajar akan mengukur beberapa variabel implementasi pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Survei ini mencakup penggunaan asesmen untuk mendiagnosis kondisi dan kebutuhan belajar murid, perencanaan dan model pembelajaran yang dilakukan untuk konteks PJJ, serta sumber daya dan dukungan dari satuan pendidikan dan pihak lain untuk PJJ.

Pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa kualitas pembelajaran pada masa pandemi perlu dipotret dengan memperhitungkan disrupsi dan perubahan pola pembelajaran yang terjadi.

Berikut contoh variabel praktik pembelajaran jarak jauh, Kategori Kualitas pembelajaran:

a. Informasi yang dikumpulkan guru untuk membuat keputusan ketika merencanakan pembelajaran pada masa pandemi.

b. Model pembelajaran jarak jauh yang direncanakan dan diterapkan pada masa pandemi.

c. Sumber daya yang didapatkan guru dari satuan pendidikan, dinas pendidikan, dan pemerintah dalam melaksanakan PJJ serta sumber daya dan dukungan yang diperukan namun belum diterima atau belum tersedia.


3. Refleksi Guru dan Perbaikan Pembelajaran

Supaya pembelajaran menjadi berkualitas, guru perlu melakukan perbaikan secara berkelanjutan atas praktik pengajarannya.

Di dalam Survei Lingkungan Belajar, hal ini dipotret melalui tiga variabel yang menjadi karakteristik guru-guru yang inovatif.

Hal pertama adalah aktivitas belajar guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai pengajar. Di dalam hal ini, aktivitas yang dimaksud mencakup keikutsertaan dalam program-program pengembangan profesional yang terstruktur (seperti seminar dan lokakarya), serta aktivitas mandiri seperti belajar melalui buku dan interaksi informal dengan sesama guru.

Contoh pertanyaan terkait variabel refleksi guru dan perbaikan pembelajaran, kategori Refleksi guru dan perbaikan pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Aktivitas belajar yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar.

b. Aktivitas untuk mengevaluasi dan merefleksikan praktik pengajaran yang telah diterapkan, terutama dari sisi dampaknya terhadap belajar murid.

c. Penerapan cara, bahan, dan/atau pendekatan baru dalam praktik pengajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi pembelajaran.

Variabel kedua adalah aktivitas yang bertujuan untuk merefleksikan secara kritis praktik pengajarannya sendiri.

Fokus refleksi adalah pada pertanyaan tentang efektivitas pembelajaran yang telah diterapkan untuk memfasilitasi proses belajar murid. Refleksi perlu didasarkan pada bukti-bukti yang relevan.

Hal ini dapat berupa bukti-bukti tentang hasil belajar murid (hasil tes dan karya yang dihasilkan). Bukti tersebut juga dapat berupa umpan balik dari murid serta guru lain. Aktivitas re fleksi menjadi kunci dalam proses perbaikan karena memicu kesadaran tentang perlunya perubahan.

Variabel ketiga adalah penggunaan cara atau pendekatan yang baru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.

Hal ini dapat berupa aktivitas, tugas, model penilaian, atau metode penyampaian yang baru. Perubahan cara mengajar ini memerlukan keberanian dan persistensi, karena cara baru tidak selalu segera membuahkan hasil positif.

Persepsi tentang kegagalan dapat menurunkan motivasi guru untuk mengubah caranya mengajar, dan karena itu diperlukan lingkungan yang mendukung guru untuk mengambil risiko dalam melakukan inovasi pembelajaran.

Secara teoritis, ketiga variabel ini perlu terjadi secara simultan untuk bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Guru yang aktif belajar mungkin akan mengalami peningkatan kompetensi, tetapi hal itu tidak akan berdampak pada peserta didik jika tidak disertai dengan re fleksi tentang praktiknya sendiri dan keberanian untuk mengubah praktik tersebut.

Sebaliknya, guru yang berani mencoba hal-hal baru dalam mengajar perlu mau melakukan refleksi untuk memonitor dampak dari inovasinya. Guru juga perlu belajar dari orang lain untuk bisa terus memperbaiki inovasi tersebut.


4. Kepemimpinan Instruksional Kepala Satuan Pendidikan

Kepala satuan pendidikan berpengaruh terhadap perumusan program dan kebijakan satuan pendidikan yang pada gilirannya akan mempengaruhi re fleksi guru serta kualitas pembelajaran.

Survei Lingkungan Belajar menggunakan konsep kepemimpinan instruksional untuk mengidentifikasi variabel-variabel terkait program dan kebijakan kepala satuan pendidikan yang diasumsikan mempengaruhi pembelajaran.

Contoh pertanyaan terkait variabel kepemimpinan instruksional, kategori Kepemimpinan instruksional adalah sebagai berikut.

a. Penyampaian dan penerapan visi-misi satuan pendidikan yang berpusat pada perbaikan pembelajaran.

b. Mengelola pengembangan kurikulum satuan pendidikan dengan berorientasi pada peningkatan hasil belajar murid.

c. Program, sistem insentif, dan sumberdaya yang mendukung re fleksi guru dan perbaikan pembelajaran.

Variabel pertama adalah orientasi pembelajaran yang terkandung dalam visi-misi satuan pendidikan, serta penyampaiannya kepada warga satuan pendidikan.

Kepala satuan pendidikan yang memiliki kepemimpinan instruksional kuat akan mampu menerjemahkan visi-misi ke dalam aktivitas, program, dan kebijakan lain.

Dengan demikian, visi-misi satuan pendidikan tidak hanya ditampilkan sebagai slogan yang tertempel di dinding satuan pendidikan.

Dengan kepemimpinan instruksional yang kuat, warga satuan pendidikan akan merasa bahwa visi-misi satuan pendidikan mewarnai aktivitas sehari-hari mereka.

Variabel kedua adalah pengelolaan kurikulum satuan pendidikan yang kolaboratif dan berorientasi pada pencapaian hasil belajar peserta didik.

Kepala satuan pendidikan dengan kepemimpinan instruksional yang kuat akan mendorong adanya koordinasi antar guru berbagai mata pelajaran dan antar jenjang kelas untuk lebih memahami profil peserta didik.

Kepala satuan pendidikan tersebut juga akan membuat program untuk memantau efektivitas dari implementasi kurikulum tersebut dalam memfasilitasi belajar murid.

Dengan demikian, guru mengembangkan dan menerapkan kurikulum satuan pendidikan dengan tujuan utama untuk membantu murid mencapai tujuan belajar.

Variabel ketiga terkait dukungan yang diberikan oleh kepala satuan pendidikan kepada guru untuk melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran.

Kepala satuan pendidikan yang memiliki kepemimpinan instruksional kuat akan memproteksi waktu pembelajaran dari disrupsi (misalnya dari kegiatan administratif).

Kepala satuan pendidikan tersebut juga akan meluangkan waktu untuk memonitor pembelajaran secara langsung dan mencoba memahami kebutuhan murid dan guru.

Dia juga akan memberi dukungan pada guru untuk melakukan pengembangan diri, re fleksi, dan kolaborasi untuk memperbaiki pembelajaran. Terakhir, kepala satuan pendidikan tersebut akan mendorong adanya apresiasi terhadap prestasi yang dicapai peserta didik/

Ketiga variabel ini akan diukur melalui persepsi guru dan persepsi diri kepala satuan pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai triangulasi untuk mengurangi bias dari masing-masing sumber.

Dengan mengumpulkan data dari seluruh guru di satuan pendidikan, potret yang dihasilkan akan mencerminkan persepsi kolektif yang lebih objektif.


5. Iklim Keamanan Satuan Pendidikan

Iklim keamanan satuan pendidikan adalah salah satu aspek penting yang dapat menentukan lingkungan belajar yang efektif dan perlu diperhatikan oleh satuan pendidikan.

Keamanan di satuan pendidikan dapat ditinjau dari dua aspek: (1) Aspek keamanan fisik, yaitu aturan dan fasilitas yang disediakan satuan pendidikan terkait keamanan para warga satuan pendidikan; serta (2) Aspek keamanan sosial-emosional, yakni sikap murid dan guru terkait kekerasan dan keterampilan-keterampilan yang diajarkan di satuan pendidikan untuk mengatasinya.

Persepsi terhadap keamanan di satuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti adanya masalah terkait kelompok geng tertentu atau masalah terkait narkoba, keberadaan fasilitas pengawasan dan keamanan di satuan pendidikan, lokasi satuan pendidikan (apakah di daerah rawan bahaya atau di kawasan yang relatif aman), dan sebagainya.

Pengalaman Peserta Didik

Iklim keamanan dipotret melalui pengalaman peserta didik terkait perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, serta paparan terhadap rokok, alkohol, dan obat-obatan di lingkungan satuan pendidikan.

Selain itu, persepsi peserta didik terkait perasaan aman dan nyaman yang dirasakan di lingkungan satuan pendidikan juga menjadi bagian yang diukur.

Untuk pengalaman terkait kekerasan seksual, peserta didik diperkenankan untuk tidak menjawab jika merasa tidak nyaman, agar tidak memicu pengalaman traumatis pada peserta didik yang pernah menjadi korban kekerasan seksual.

Selain merasa lingkungan satuan pendidikan tidak mengancam keselamatan, persepsi terhadap keamanan di satuan pendidikan juga diukur dengan perasaan murid terkait penerimaan di satuan pendidikan.

Peserta didik cenderung memiliki persepsi keamanan yang lebih baik terhadap satuan pendidikannya ketika memiliki hubungan yang positif dengan guru dan teman dan merasa memiliki sense of belonging terhadap satuan pendidikan.

Contoh pertanyaan terkait variabel iklim keamanan: pengalaman peserta didik (responden peserta didik) adalah sebagai berikut.

a. Perasaan aman dan nyaman yang dirasakan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikan.

b. Pengalaman peserta didik mengalami perundungan (perilaku menyakiti orang lain (secara fisik dan psikis) yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang).

c. Pengalaman peserta didik mengalami atau menyaksikan hukuman fisik yang diterima karena konsekuensi atas perilaku tertentu berdasarkan pengalaman peserta didik.

d. Pengalaman murid mengalami atau menyaksikan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan.

Pengalaman Guru

Keamanan satuan pendidikan dirasakan bukan hanya oleh murid, tetapi juga oleh warga satuan pendidikan lainnya, termasuk guru. Perasaan aman dan nyaman yang dirasakan guru saat berada di satuan pendidikan akan membantu guru menjalankan profesinya dengan lebih baik.

Contoh indicator pertanyaan terkai iklim keamanan: pengalaman guru (Responden Guru)

a. Rasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas satuan pendidikan sehingga guru dapat menjalankan tugasnya dengan nyaman dan efektif

b. Rasa senang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajarGuru

Konsepsi dan Efikasi Diri Guru dan Kepala Satuan Pendidikan

Berdasarkan perspektif guru dan kepala satuan pendidikan, Survei Lingkungan Belajar mengukur konsepsi dan efikasi diri dalam menangani perundungan dan kekerasan seksual.

Konsepsi mengacu pada keyakinan guru/kepala satuan pendidikan mengenai apakah perundungan dan kekerasan seksual merupakan isu yang serius, dan apakah kedua hal tersebut terjadi di satuan pendidikannya.

Efikasi diri mengacu pada persepsi guru/kepala satuan pendidikan tentang kemampuan mereka dalam menangani isu perundungan dan kekerasan seksual.

Contoh pertanyaan terkait variabel iklim keamanan: konsepsi dan efikasi diri guru dan kepala satuan pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Keyakinan guru tentang ada tidaknya dan tingkat keseriusan perundungan di satuan pendidikan.

b. Keyakinan guru pada pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan diri untuk menangani kasus perundungan.

c. Keyakinan guru tentang ada tidaknya dan tingkat keseriusan kekerasan seksual di satuan pendidikan.

d. Keyakinan guru pada pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan diri untuk menangani kasus kekerasan seksual.

e. Keyakinan guru tentang kegunaan hukuman fisik sebagai metode pendisiplinan murid.

f. Pengetahuan guru terkait NAPZA (narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) dan apa saja yang tergolong di dalamnya.

Selain itu, Survei Lingkungan Belajar juga mengukur konsepsi guru dan kepala satuan pendidikan tentang hukuman fisik sebagai metode pendisiplinan murid. Jika banyak guru yang percaya bahwa hukuman fisik merupakan cara yang sah dan bermanfaat untuk mendisiplinkan murid, hal itu diasumsikan mengurangi rasa aman yang dirasakan murid ketika berada di satuan pendidikan.

Program dan kebijakan satuan pendidikan

Selain itu, iklim keamanan juga dilihat dari program dan kebijakan atau regulasi satuan pendidikan yang relevan. Satuan pendidikan perlu memiliki regulasi yang secara jelas mendefinisikan dan mengatur perundungan dan kekerasan seksual.

Regulasi tersebut menjadi dasar bagi penerapan mekanisme pelaporan dan penanganan kasus-kasus yang telah terjadi, serta bagi program-program yang bersifat pencegahan seperti kampanye untuk membangun kesadaran warga satuan pendidikan tentang perundungan dan kekerasan.

Contoh pertanyaan terkait variabel iklim keamanan: konsepsi dan efikasi diri guru dan kepala satuan pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Program dan kebijakan satuan pendidikan yang bertujuan mencegah dan menangani perundungan di satuan pendidikan.

b. Program dan kebijakan satuan pendidikan yang bertujuan mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan.

Dengan demikian, iklim keamanan yang baik ditandai oleh : (a) rendahnya kejadian perundungan; (b) tingginya rasa aman; (c) guru/kepala satuan pendidikan yang melihat perundungan dan kekerasan seksual sebagai isu yang serius, serta memiliki keyakinan bahwa mereka mampu menangani kedua isu tersebut; dan (d) adanya kebijakan dan program resmi satuan pendidikan yang dirancang untuk menangani kedua isu tersebut.


6. Iklim Kebinekaan Satuan Pendidikan

Iklim kebinekaan menyangkut bagaimana lingkungan satuan pendidikan menyikapi keragaman (diversity). Keragaman dapat meliputi perbedaan individu (misalnya, kemampuan, minat, dan pendapat), identitas (misalnya, gender), maupun latar belakang sosial-budaya (misalnya, etnis dan agama/kepercayaan).  Satuan pendidikan diharapkan menjadi lingkungan yang inklusif dan non-diskriminatif.

Survei Lingkungan Belajar memotret iklim kebinekaan melalui rasa diterima peserta didik dan guru; iklim pembelajaran di kelas; keyakinan guru dan kepala satuan pendidikan tentang keragaman agama dan budaya; toleransi agama dan budaya; dan komitmen kebangsaan pimpinan satuan pendidikan dan guru.

Di dalam hal ini, kebinekaan didefinisikan sebagai penerimaan atas peserta didik dari berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi.

Berikut ini contoh indikatorpertanyaan terkait iklim kebinekaan: rasa diterima.

a. Rasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas sosial di satuan pendidikan.

b. Rasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas satuan pendidikan sehingga guru dapat menjalankan tugasnya dengan nyaman dan efektif.

Iklim pembelajaran di kelas

Iklim pembelajaran yang terbuka tercermin dari suasana kelas yang mendorong murid untuk membentuk dan mengungkapkan pendapatnya sendiri tentang berbagai isu sosial-budaya.

Suasana pembelajaran seperti ini memberi kesempatan bagi murid untuk mendengar pendapat yang berbeda-beda, yang pada gilirannya dapat mendorong murid untuk berpikiran yang lebih terbuka dan melihat sebuah isu dari berbagai perspektif.

Agar suasana ini dapat terwujud, guru perlu menekankan pentingnya mendengarkan dan mencoba memahami pandangan yang berbeda.

Contoh indicator pertanyaan terkait variabel iklim kebinekaan: iklim pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Suasana yang mendorong murid untuk memiliki dan mengungkapkan berpendapat pribadinya tentang berbagai isu sosial-budaya.

b. Sikap inklusif Pandangan sikap pada warga sekolah yang memiliki perbedaan. seperti perbedaan suku, agama, ras, status sosial ekonomi, tingkat kecerdasan.

Secara konseptual, iklim pembelajaran yang terbuka sebenarnya dapat dianggap sebagai bagian dari iklim akademik di satuan pendidikan.

Di dalam Survei Lingkungan Belajar, variabel ini ditempatkan sebagai bagian dari iklim kebinekaan karena kemampuan dan kemauan untuk melihat sebuah isu dari berbagai perspektif merupakan bagian dari kompetensi yang diperlukan sebagai warga di negara yang plural dan demokrat.

Iklim pembelajaran yang terbuka juga dapat dilihat sebagai manifestasi dari penerimaan dan penghargaan akan keunikan nilai-nilai dan pendapat peserta didik sebagai individu.

Keyakinan tentang keragaman agama/budaya

Komponen pertama dan kedua terkait dengan toleransi guru dan kepala satuan pendidikan terhadap keragaman agama dan budaya.

Toleransi dalam hal ini didefinisikan sebagai penerimaan dan penghargaan atas keragaman agama dan budaya, serta dukungan terhadap kesetaraan antar kelompok agama dan budaya.

Toleransi tercermin dari penerimaan dan kenyamanan bekerja sama dengan, dan dipimpin oleh, orang yang berasal dari latar belakang agama/budaya yang berbeda.

Dukungan terhadap kesetaraan tercermin pada pengakuan bahwa kelompok minoritas agama dan budaya memiliki hak-hak sipil yang sama dengan kelompok mayoritas. Indikator-indikator ini diadaptasi dari survei nasional yang telah dilakukan di konteks Indonesi.

Contoh indicator terkait variabel iklim kebinekaan: keyakinan tentang agama, dan budaya adalah sebagai berikut.

a. Penerimaan dan penghargaan atas keragaman agama dan budaya.

b. Dukungan atas kesetaraan hak-hak sipil antara kelompok mayoritas dan minoritas agama dan budaya.

c. Dukungan terhadap bentuk negara dan Pancasila sebagai ideologi yang memayungi keragaman agama dan budaya dalam masyarakat Indonesia.

Komponen keyakinan guru dan kepala satuan pendidikan terakhir dalam Survei Lingkungan Belajar adalah komitmen kebangsaan. Variabel ini didefinisikan sebagai dukungan seseorang terhadap Pancasila, sistem demokrasi, dan bentuk negara kesatuan.

Ketiganya diasumsikan sebagai pilar-pilar yang menopang kehidupan bangsa Indonesia dengan keragaman agama dan budayanya. Pancasila merupakan dasar falsafah negara yang menjadi common ground bagi ideologi-ideologi yang diusung berbagai kelompok di Indonesia.

Demokrasi menyediakan mekanisme peralihan kekuasaan secara damai serta perumusan hukum yang mempertimbangkan aspirasi, nilai-nilai, dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat. Sedangkan bentuk negara kesatuan memberi kewenangan yang diperlukan pemerintah pusat untuk menjaga keutuhan bangsa.

Pengetahuan guru dan layanan bagi murid dengan disabilitas

Dimensi lain dari keragaman adalah perbedaan individual murid dalam kondisi fisik dan psikologisnya. Satuan pendidikan yang inklusif merupakan satuan pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan yang memungkinkan semua peserta didik – terlepas dari kondisi fisik dan psikologisnya – untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Di dalam hal ini, Survei Lingkungan Belajar mengukur pengetahuan, sikap, dan praktik pengajaran yang ditujukan bagi peserta didik dengan disabilitas.

Contoh indikator pertanyaan terkait variabel iklim kebinekaan dan inklusivitas: murid dengan disabilitas serta cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah sebagai berikut.

a. Pengetahuan yang dimiliki oleh guru dan kepala satuan pendidikan tentang jenis disabilitas dan cara penanganannya.

b. Persepsi tentang proses pengajaran dan pembelajaran yang cocok untuk peserta didik disabilitas.

c. Praktik pengajaran yang saat ini dilakukan dalam merespon peserta didik disabilitas dan pengajaran secara inklusif.

d. Sarana prasarana atau kondisi yang ada di area satuan pendidikan dalam mendukung pendidikan inklusif.

Pengetahuan merujuk pada pengetahuan tentang jenis-jenis disabilitas, tentang kebutuhan pembelajaran bagi murid dengan disabilitas, dan tentang metode pengelolaan kelas dan pembelajaran bagi peserta didik dengan disabilitas.

Sikap merujuk pada sikap guru dan kepala satuan pendidikan terhadap pembelajaran yang ditempuh oleh murid dengan disabilitas.

Praktik pengajaran mengeksplorasi praktik manajemen kelas oleh guru, termasuk didalamnya metode pengajaran dan tata kelas agar sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Selain itu, Survei Lingkungan Belajar juga mengukur ketersediaan fasilitas (sarana-prasarana) yang tersedia di satuan pendidikan untuk memfasilitasi proses belajar murid dengan disabilitas.


7. Iklim Kesetaraan Gender

Keyakinan tentang kesetaraan gender

Beberapa komponen keyakinan guru dan kepala satuan pendidikan diasumsikan turut membentuk iklim kesetaraan gender di satuan pendidikan.

Komponen pertama adalah dukungan terhadap kesetaraan gender, yakni keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan kesempatan yang setara untuk menjalankan peran-peran publik.

Di dalam konteks satuan pendidikan, ini mencakup kemampuan laki-laki dan perempuan dalam mencapai prestasi akademik yang setara, serta untuk berperan sebagai pengurus organisasi murid.

Lingkungan belajar yang baik tidak hanya menjamin hak murid perempuan dan laki-laki yang setara dalam kegiatan akademik dan ekstrakurikuler, tetapi guru dan satuan pendidikan juga hendaknya mendukung partisipasi aktif semua peserta didik laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan akademik dan ekstrakurikuler.

Hal ini memungkinkan guru dan satuan pendidikan untuk lebih memberikan dukungan kepada sebagian kecil (kelompok) peserta didik yang termarjinalkan atau kurang aktif dalam partisipasi akademik dan ekstrakurikuler.

Lebih jauh lagi, Kurikulum yang sensitif gender juga diperlukan untuk menjamin tercapainya kesetaraan. Dengan demikian, guru dan kepala satuan pendidikan diharapkan untuk mengejawantahkan konsep kesetaraan gender pada program, kebijakan, dan aktivitas di dalam lingkungan belajar.

Berikut contoh indikator pertanyaan variabel iklim kesetaraan gender.

a. Pengetahuan tentang identitas gender dan dukungan atas hak sipil untuk semua gender.

b. Dukungan atas kesetaraan hak dan kemampuan laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran publik.

c. Perwujudan nilai kesetaraan gender pada program, kebijakan, dan aktivitas di dalam lingkungan belajar.


8. Iklim Inklusivitas Satuan Pendidikan

Iklim inklusivitas menyangkut bagaimana lingkungan satuan pendidikan menyikapi murid berkebutuhan khusus (peserta didik disabilitas, cerdas istimewa, dan bakat istimewa).

Survei Lingkungan Belajar memotret iklim inklusivitas melalui dari pengetahuan guru, layanan pembelajaran, dan fasilitas satuan pendidikan untuk murid disabilitas, cerdas istimewa, dan bakat istimewa.

Pengetahuan guru dan layanan bagi murid dengan disabilitas

Dimensi lain dari keragaman adalah perbedaan individual murid dalam kondisi fisik dan psikologisnya. Satuan pendidikan yang inklusif merupakan satuan pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan yang memungkinkan semua peserta didik – terlepas dari kondisi fisik dan psikologisnya – untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Di dalam hal ini, Survei Lingkungan Belajar mengukur pengetahuan, sikap, dan praktik pengajaran yang ditujukan bagi murid dengan disabilitas.

Contoh indikator pertanyaan variabel iklim inklusivitas: peserta didik dengan disabilitas serta cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah sebagai berikut.

a. Pengetahuan yang dimiliki oleh guru dan kepala satuan pendidikan tentang jenis disabilitas dan cara penanganannya.

b. Persepsi tentang proses pengajaran dan pembelajaran yang cocok untuk peserta didik disabilitas.

c. Praktik pengajaran yang saat ini dilakukan dalam merespon peserta didik disabilitas dan pengajaran.

d. Sarana prasarana atau kondisi yang ada di area satuan pendidikan dalam mendukung pendidikan inklusif.

Pengetahuan merujuk pada pengetahuan tentang jenis-jenis disabilitas, tentang kebutuhan pembelajaran bagi peserta didik dengan disabilitas, dan tentang metode pengelolaan kelas dan pembelajaran bagi murid dengan disabilitas.

Sikap merujuk pada sikap guru dan kepala satuan pendidikan terhadap pembelajaran yang ditempuh oleh murid dengan disabilitas.

Praktik pengajaran mengeksplorasi praktik manajemen kelas oleh guru, termasuk didalamnya metode pengajaran dan tata kelas agar sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik,

Survei Lingkungan Belajar juga mengukur ketersediaan fasilitas (sarana-prasarana) yang tersedia di satuan pendidikan untuk memfasilitasi proses belajar peserta didik dengan disabilitas.


9. Dukungan Orangtua dan Peserta Didik Terhadap Program Satuan pendidikan

Berbagai studi menunjukkan bahwa beberapa praktik keterlibatan orang tua berpengaruh terhadap prestasi akademis anak.

Pada survei lingkungan belajar, keterlibatan orang tua dan murid di sekolah menjadi salah satu aspek yang diukur. Upaya yang dilakukan sekolah dalam melibatkan orang tua dan murid di dalam kegiatan akademis dan nonakademis menunjukkan kualitas pengelolaan sekolah yang partisipatif, transparan, dan akuntabel.

Contoh indikator pertanyaan variabel dukungan orang tua dan murid terhadap program satuan pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Tingkat pelibatan orang tua oleh sekolah dalam proses perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan aktivitas di sekolah.

b. Tingkat pelibatan orang tua oleh sekolah dalam proses perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan aktivitas di sekolah.

Demikian gambaran tentang aspek pengukuran dan Indikator Soal Survei Lingkungan Belajar tahun 2022. Sebagai salah satu komponen Asesmen Nasional, Survei lingkungan Belajar dirancang untuk menghasilkan informasi tentang kualitas proses pembelajaran dan aspek-aspek penting lain dari layanan pendidikan di satuan pendidikan.

Informasi tersebut dimaksudkan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari dua komponen lain dari Asesmen Nasional yang berfokus pada hasil belajar kognitif (literasi dan numerasi) serta non-kognitif (karakter).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel